Jumat, 26 Juli 2013

Pembelajaran berbasis kompetisi

Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19). Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembela­jaran berbasis kompetensi meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi. Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip "relevansi dan konsistensi antara kompetensi dengan materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta lingkungan belajar yang digunakan" (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik, antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang dipelajari (Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263). Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan kompetensi. Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi adalah: a. pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat. b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi. c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian. Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk: a. menghindari duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai. b. mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan. c. meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik. d. membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolokukur SK. e. memperbarui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain. f. memperjelas komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya. g. meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik. h. memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai..... 

Kurikulum 2013 , sesuai peminantan

Kurikulum 2013, Peminatan di SMA Sesuai Rapor dan Wawancara
Kamis, 11 Juli 2013 | 9:56
[JAKARTA] Kurikulum 2013 untuk jenjang SMA memakai sistem peminatan dengan tiga pilihan yaitu Matematika dan IPA, IPS, serta Bahasa dan Kebudayaan. Para siswa SMA memilih peminatan sejak duduk di kelas X (I SMA). Seleksi peminatan akan dilakukan berdasarkan nilai rapor SMP dan wawancara oleh guru Bimbingan dan Konseling (BK). 

“Peminatan dilihat berdasarkan rapor dan minat anak. Kalau nilai sudah tinggi bisa langsung sesuai minatnya, tapi kalau tidak harus dilihat betul dari wawancara guru BK,” kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim kepada SP di Jakarta, Kamis (11/7). 

Musliar menjelaskan kurikulum baru tidak lagi memakai istilah penjurusan tetapi peminatan. Menurutnya, sistem penjurusan di SMA selama ini hanya didasarkan nilai saja tanpa mempertimbangkan minat siswa. “Tujuannya supaya anak berkembang sesuai keinginan atau minatnya. Selama ini berdasarkan nilai saja belum tentu anak minat kesana,” ujarnya. 

Musliar mengatakan Kurikulum SMA memiliki dua kelompok mata pelajaran (mapel) wajib ditambah mapel peminatan. Dalam seminggu, siswa belajar selama 46-48 jam pelajaran. “Meski sudah memilih peminatan, yang unik, siswa tetap boleh mengambil dua mata pelajaran antarminat. Misalnya, siswa peminatan IPA mengambil mapel Bahasa Jerman,” katanya. 

Musliar mengakui bisa terjadi penumpukan jumlah siswa di satu minat. Oleh karena itu, sekolah perlu melakukan tes wawancara oleh guru BK agar setiap peminatan sesuai kuota. Terkait teknis pembelajaran, dia memberi kebebasan kepada sekolah. Sekolah bisa menerapkan siswa yang pindah kelas (moving class) seperti di jenjang perguruan tinggi atau siswa tetap berada di kelas seperti yang saat ini berlaku. 

“Hal-hal teknis sekolah yang mengatur,” katanya. 

Dalam struktur Kurikulum SMA terdapat dua kelompok mapel wajib (Kelompok A dan Kelompok B). Kelompok A terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah, dan Bahasa Inggris. Kelompok B terdiri Seni dan Budaya, Prakarya, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Sedangkan untuk Kelompok C adalah mapel peminatan, terdiri dari mapel peminatan akademik untuk SMA dan mapel peminatan akademik dan vokasi untuk SMK. 

Kemampuan Guru BK
Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Plus PGRI Cibinong, Jawa Barat, Basarudin Toyib, meragukan sistem peminatan sejak kelas X bisa berjalan baik. Menurutnya, peminatan dalam kurikulum baru sangat mengandalkan kemampuan guru BK untuk meyakinkan anak. Padahal, kemampuan dan jumlah guru BK di sebuah sekolah sangat terbatas. 

“Dalam kurikulum sekarang, anak diberi kesempatan untuk mengukur diri jadi tidak langsung penjurusan. Saya tidak kuat di Fisika maka masuk jurusan lain. Tapi kalau sekarang sangat mengandalkan pengarahan guru BK meskipun ada landasan nilai rapor SMP,” ujar Basarudin. 

SMA Plus PGRI Cibinong adalah salah satu sekolah sasaran Kurikulum 2013. Basarudin mengatakan sekolahnya mengirimkan delapan guru untuk mengikuti pelatihan kurikulum baru. Dalam pelatihan tersebut, pemerintah baru siap untuk tiga mapel yaitu Sejarah, Bahasa Indonesia, dan Matematika. “Tanggal 15 guru sudah harus masuk, waktu terbatas, padahal buku yang harus dipelajari cukup tebal. Pemerintah harus sadar kemampuan guru kita. Pasti susah mendapatkan hasil optimal kalau serba asal jalan,” tandasnya. 

Basarudin juga mengikuti pelatihan Kurikulum 2013 untuk jenjang kepala sekolah. Namun, dia merasa bingung karena materi pelatihan kepala sekolah sama dengan materi pelatihan guru. “Seharusnya kepala sekolah lebih kepada materi tentang kebijakan,” katanya. [C-5]